Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Muhammadiyah Papua, Nahria, mengatakan, kebebasan pers saat ini sedang menghadapi berbagai tantangan di era digital baik faktor eksternal dan internal pers itu sendiri.
“Namun tantangan itu tidak menghentikan pers menegakkan
jurnalisme yang berkualitas, baik secara industri maupun komersial,” kata
Nahria, dalam diskusi kebebasan pers di era digital yang diselenggarakan
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta secara virtual, Rabu (18/5/2022).
Kebebasan pers, lanjut dia, harus diperjuangkan dengan
tanggung jawab untuk memperoleh dan menyajikan berita yang benar kepada publik
karena kebebasan Dewan Pers bukan hanya untuk kepentingan jurnalis tetapi juga
berkaitan dengan hak-hak asasi publik untuk mendapatkan informasi yang baik,
kata dia.
“Kita menghadapi tantangan kebebasan pers di era digital
khususnya di Papua. Kemunculan media sosial yang masif. Banjir informasi selain
ada pergeseran motivasi saat membuat media,” kata Nahria.
Kemudian, munculnya kekerasan terhadap jurnalis/media dalam
bentuk baru (doxing, flyer, peretasan situs berita, penyebaran data pribadi di
medsos). “Munculnya media-media siluman dan tidak terverifikasi Dewan Pers.
Serta regulasi pers yang belum efektif bagi media online,” kata dia.
Ia mengatakan kebebasan pers di daerah yang rawan konflik
seperti di Papua belum berjalan secara baik.
“Bentuk tindak kekerasan yang dialami jurnalis di Papua pada
2021-2022 itu berupa kekerasan seksual berbasis jenis kelamin, ancaman, teror
dan intimidasi,” kata dia. Berdasarkan data dari Dewan Pers, nilai indeks
kebebasan pers di Papua pada 2021 adalah 68,87 dan ada di ranking ke-33 dari 34
provinsi.
Skor indeks kebebasan pers Indonesia pada 2022 adalah 49,27
(kurang bebas). Dengan ini, Indonesia ada di peringkat ke-117 dari 180 negara
yang diteliti. Pada 2021, skor indeks kebebasan pers Indonesia 62,6 dan ada di
peringkat ke-113 dari 180 negara.
Sementara itu potret kebebasan pers di Indonesia versi Dewan Pers cukup bebas. Pada 2021, skor indeks kebebasan pers nasional pada 2021
adalah 76,02. Pada 2020, skor indeks kebebasan pers nasional yaitu 75,27.
Ia mengatakan perjalanan mewujudkan kebebasan Dewan Pers sehingga
benar-benar menjadi bagian tak terpisahkan dari tatanan masyarakat berbangsa
dan bernegara membutuhkan waktu yang panjang dan dihadapkan pada berbagai
tantangan dan hambatan.
Terlebih lagi pada posisi jurnalis di era digital seperti
saat ini di mana industri pers kian berkembang di tengah kepungan informasi
yang membludak dan tantangan-tantangan digital yang beraneka ragam yang harus
disikapi secara profesional sehingga dapat menjamin masyarakat memperoleh
informasi yang berkualitas.
“Dengan era digital ini muncul jurnalisme warga, adanya
warga ini ada efisiensi tenaga kerja yang terjadi di sektor jurnalistik,” kata
dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar